Jumat, 26 Maret 2010

Lingkaran Setan Gizi Buruk: Kenali Faktor, Tanda dan Gejala, Dampak, serta Pencegahan Gizi Buruk


…Sementara rakyat tidak perduli siapa yang mimpin
Yang penting kebutuhan hidup yang wajar terpenuhi
Kelaparan kemiskinan dan pengangguran masih terjadi
Ya banyak orang yang hidup dibawah garis kemiskinan…
…Soal kesehatan sulit didahulukan
Sebab bisa makan sehari sekali saja sudah hebat
Jangan tanya soal sandang dan papan
Loakan dan kontrakan lah jadi jawaban
Juga kolong jembatan…
Dan Orde Paling Baru, Iwan Fals
Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali berulang, terjadi secara masif dengan wilayah sebaran yang hampir merata di seluruh tanah air. Sejauh pemantauan yang dilakukan YPHA, temuan kasus tersebut terjadi setelah anak-anak mengalami fase kritis. Sementara itu, perawatan intensif baru dilakukan setelah anak-anak itu benar-benar tidak berdaya. Itu berarti, sebelum anak-anak itu memasuki fase kritis, perhatian terhadap hak hidup dan kepentingan terbaiknya terabaikan..
Gizi buruk atau malnutrisi merupakan akibat dari kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Gizi buruk berbeda dengan kelaparan. Orang yang menderita kelaparan biasanya karena tidak mendapat cukup makanan. Sedangkan kelaparan yang diderita dalam jangka panjang dapat menuju ke arah gizi buruk. Akan tetapi, gizi buruk juga dapat diderita oleh orang yang banyak makan apabila makanan yang dikandungnya tidak mengandung nutrisi yang mencukupi. Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental orang tersebut.
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2004, kasus gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta. Kemudian pada tahun 2005 turun menjadi 4,42 juta. Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta (944.246 di antaranya kasus gizi buruk) dan tahun 2007 turun lagi menjadi 4,1 juta (755.397 di antaranya kasus gizi buruk).
Berdasarkan wawancara dengan salah seorang dokter spesialis di Rumah Sakit Pasar Rebo, dr. Subagyo, Sp.P., gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya.
Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian.
Menurut dr. Subagyo, Sp.P, gizi buruk disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi. Faktor kedua, adalah dari segi kesehatan sendiri, yakni adanya penyakit kronis terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan makanan.
Selain itu, Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah menyebutkan ada tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit.
Gizi buruk mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Tanda dan gejalanya tergantung dari jenis nutrisi yang mengalami defisiensi. Namun, secara umum gejala gizi buruk adalah kelelahan dan kekurangan energi, pusing, sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi), kulit yang kering dan bersisik, gusi bengkak dan berdarah, gigi yang membusuk, sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat, berat badan kurang, pertumbuhan yang lambat, kelemahan pada otot, perut kembung, tulang yang mudah patah, serta terdapat masalah pada fungsi organ tubuh.
Penanggulangan gizi buruk dapat dilakukan di tingkat individu ataupun kelompok melalui penimbangan berat badan balita secara rutin tiap bulan dan mencatat hasilnya pada kartu menuju sehat atau buku kesehatan ibu dan anak. Upaya penanggulangan gizi buruk yang dilakukan Dinas Kesehatan dapat berupa pelaksanaan tanggap darurat atau program jangka pendek dengan kegiatan, penggerakan masyarakat melalui penimbangan bulanan balita di Posyandu, tata laksana gizi buruk di rumah tangga, puskesmas dan rumah sakit, bantuan makanan pendamping air susu ibu bagi balita dari keluarga miskin. Program jangka panjang dengan kegiatan revitalisasi posyandu, pendidikan dan promosi gzi untuk keluarga sadar gizi (Kadarzi), penyuluhan dan pendidikan gizi tentang makanan sehat bergizi dan integrasi kegiatan lintas sektor dalam program pengentasan kemiskinan.
Otonomi daerah kebijakan pemerintah beralih terjadi perubahan, peran stakeholders lokal sangat berpengaruh terhadap kebijakan pembangunan daerah terutama dalam pembangunan di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan adalah sebagai fasilitator dan puskesmas sebagai ujung tombak pemerintah lini terdepan dalam pelayanan penanggulangan gizi buruk di tingkat kecamatan diharapkan mampu melakukan pemberdayaan ataupun melakukan kemitraan dengan stakeholders non formal seperti ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai dalam penanggulangan gizi buruk. Ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai sangat berperan dalam menentukan kebijakan pembangunan nagari dan tanggungjawab anak cucu kemenakannya. Dinas kesehatan dan puskesmas diharapkan mampu mendisain program penanggulangan gizi buruk melalui pendekatan budaya setempat.
Menurut saya, gizi buruk merupakan lingkaran setan yang tidak akan ada pangkal dan ujungnya selama pemerintah belum sadar akan arti pentingnya jaminan hak hidup anak-anak. Dalam perspektif HAM, hak atas hidup merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun (non-derogable rights. Termasuk ketika Negara sedang dalam kondisi darurat. Karena itu, kematian bayi di balik sejumlah kasus gizi buruk dan busung lapar akibat kekurangan pangan merupakan kegagalan Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini mengindikasikan terjadinya perampasan hak hidup anak-anak. Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik menegaskan:
“ Setiap orang dilekati hak atas hidup. Hak atas hidup harus dilindungi oleh hukum. Tiada seorang pun yang dapat secara sewenang-wenang dirampas hidupnya. Hak hidup memiliki dimensi yang sangat luas, tidak boleh hanya direduksi pada permasalahan perlindungan atas hak sipil dari tindakan pembunuhan sewenang-wenang.”
Komentar Umum Komite HAM PBB (Human Rights Committee) terkait dengan upaya perluasan interpretasi Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa hak hidup dapat dipenuhi melalui tindakan positif Negara untuk mengurangi kelaparan dan malnutrisi. Dalam titik ini, hak atas hidup dapat terjamin salah satunya melalui pemenuhan hak atas pangan. Dengan demikian, orang semakin rentan dirampas hak atas hidupnya apabila tidak memiliki akses atas pangan. Terampasnya seseorang atas akses pangan berarti merampas kesempatan untuk melanjutkan kehidupannya. Jadi, siapa yang sebenarnya bersalah dalam masalah gizi buruk ini? Apakah hanya pemerintah saja? Tidak, jelas-jelas tidak! Masyarakat juga memegang peran penting sebagai penyebab timbulnya gizi buruk dan memegang peran penting juga dalam upaya mengatasinya. Karena kita hidup secara bersama dan harus mengatasinya secara bersama juga.
_Berbagi Bersama untuk Semua_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

www.pynoph.blogspot.com

Novi Erliyani Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template for Bie Blogger Template Vector by DaPino